Senin, 26 Desember 2011

EKONOMI INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT DAN KOMPARATIF


TEORI KEUNGGULAN MUTLAK
(ABSOLUTE ADVANTAGE)

Teori keunggulan mutlak dikemukakan oleh Adam Smith (1776) dalam bukunya The Wealth of Nation. Adam Smith menganjurkan perdagangan bebas sebagai kebijakan yang mampu mendorong kemakmuran suatu negara. Dalam perdagangan bebas, setiap negara dapat menspesialisasikan diri dalam produksi komoditas yang memiliki keunggulan mutlak/absolut dan mengimpor komoditi yang memperoleh kerugian mutlak. Dengan spesialisasi, masing-masing negara dapat meningkatkan pertambahan produksi dunia yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama melalui perdagangan internasional. Jadi melalui perdagangan internasional yang berdasarkan keunggulan mutlak, masing-masing negara yang terlibat dalam perdagangan akan memperoleh keuntungan yang serentak melalui spesialisasi, bukan dari pengorbanan negara lain. Contoh: Indonesia dan India memproduksi dua jenis komoditi yaitu pakaian dan tas dengan asumsi (anggapan) masing-masing negara menggunakan 100 tenaga kerja untuk memproduksi kedua komoditi tersebut. 50 tenaga kerja untuk memproduksi pakaian dan 50 tenaga kerja untuk memproduksi tas. Hasil total produksi kedua negara tersebut yaitu:

Produk
Indonesia
India
Pakaian
40 unit
20 unit
Tas
20 unit
30 unit

Berdasarkan informasi di atas, Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam produksi pakaian dibandingkan dengan India, karena 50 tenaga kerja di Indonesia mampu memproduksi 40 tenaga kerja dan India hanya bisa memproduksi 20 unit. Sedangkan India memiliki keunggulan mutlak dalam memproduksi tas karena India bisa membuat 30 tas, Indonesia hanya 20 tas. Jadi Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam produksi pakaian dan India memiliki keunggulan mutlak dalam produksi tas. Apabila Indonesia dan India melakukan spesialisasi produksi, hasilnya akan sebagai berikut.
Produk
Indonesia
India
Pakaian
40 unit
20 unit
Tas
20 unit
30 unit

Dengan melakukan spesialisasi hasil produksi semakin meningkat. Karena Indonesia dan India memindahkan tenaga kerja dalam produksi komoditi yang menjadi spesialisasi. Sebelum spesialisasi, jumlah produksi sebanyak 60 unit pakain dan 40 unit tas. Tetapi setelah spesialisasi, jumlah produksi meningkat menjadi 80 unit pakaian dan 60 unit tas. Jadi keunggulan mutlak terjadi apabila suatu negara dapat menghasilkan komoditi-komoditi tertentu dengan lebih efisien, dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain.


TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF
Teori keuntungan komparatif ini dikembangkan oleh David Ricardo, yang menyatakan bahwa setiap negara akan memperoleh keuntungan jika ia menspesialisasikan pada produksi dan ekspor yang dapat diproduksinya pada biaya yang relatif lebih murah, dan mengimpor apa yang dapat diprosuksinya pada biaya yang relatif lebih mahal.
Ilustrasinya dapat dilihat pada tabel berikut :
Kebutuhan Jam Kerja untuk Produksi
Produk
Amerika
Eropa
Pizza
1
3
Pakaian
2
4
Agar terlihat sederhana, diasumsikan ada dua negara (Amerika dan Eropa) dan dua output (pizza dan pakaian). Keduanya memiliki sumber daya masing-masing 120 jam tenaga kerja (TK) untuk memproduksi pizza dan pakaian. Namun Amerika mampu memproduksi i unit pizza dengan 1 jam TK dan 1 unit pakaian dengan 2 jam TK. Sedangkan Eropa membutuhkan 3 jam TK untuk memproduksi 1 unit pizza dan 4 jam TK untuk pakaian.
Sekedar keterangan, Amerika mampu memproduksi keduanya dengan jam TK (input) yang lebih sedikit daripada Eropa. Menurut Teori Keuntungan Absolut (Absolute Advantage), Amerika seharusnya memproduksi keduanya sendiri. Namun tidak demikian menurut teori keuntungan komparatif. Kita lihat perbandingannya dibawah dengan menggunakan teori keuntungan komparatif :
Sebelum melakukan perdagangan, produksi di kedua negara menghasilkan upah riil yang berbeda bagi TK. Upah riil bagi TK di Amerika adalah 1 pizza atau 1/2 pakaian. Sementara di Eropa, upah riil TK hanya 1/3 pizza atau 1/4 pakaian. Artinya upah di Eropa lebih rendah dibandingkan di Amerika dan TK di Eropa memiliki daya beli yang relatif lebih kecil. Ini tentunya juga menimbulkan perbedaan biaya produksi, dan jika pasar adalah persaingan sempurna, harga pizza dan pakaian akan berbeda di kedua negara.
Sementara itu, mari kita lihat berapa total output yang mampu diproduksi kedua negara tanpa melakukan perdagangan. Jika diasumsikan dari total 120 jam TK (input) yang tersedia di tiap negara separuhnya dialokasikan untuk produksi pizza dan separuhnya lagi dialokasikan untuk produksi pakaian, maka total produksi kedua negara adalah sebagai berikut :



Kebutuhan jam Tenaga Kerja untuk Produksi
Produk
Amerika
Eropa
Pizza
60
20
Pakaian
30
15
Total
            90  +  35   = 125

Dengan input 120 jam TK yang dimiliki masing-masing negara, jika dialokasikan separuh-separuh, Amerika mampu memproduksi 60 pizza (60 jam TK / 1) dan 30 pakaian (60 jam TK / 2). Sedangkan Eropa mampu memproduksi 20 pizza (60 jam TK / 3) dan 15 pakaian (60 jam TK / 4). Dengan demikian, total produksi yang dihasilkan kedua negara adalah 125 unit, yang terdiri dari pizza dan pakaian.
Menurut teori keuntungan komparatif, Amerika seharusnya hanya memproduksi pizza dan Eropa memproduksi pakaian. Ini karena produksi pakaian relatif lebih mahal bagi Amerika, dengan rasio harga produksi 2 dibandingkan dengan 4/3 yang mampu diproduksi Eropa (lihat gambar 1). Sedangkan pizza relatif lebih mahal bagi Eropa karena rasio harga produksinya adalah 3/4 dibandingkan dengan 1/2 yang mampu diproduksi Amerika (lihat gambar 1). jadi, perbandingan dalam teori ini adalah berdasarkan harga relatif di kedua negara, bukan hanya di satu negara.
Sebenarnya, jika tidak ada regulasi larangan ekspor-impor, perdagangan antar ekduanya akan tercipta secara alamiah. Jika keduanya terus memproduksi pizza dan pakaian sendiri (tidak melakukan perdagangan), maka akan terjadi perbedaan harga yang akan mendorong arbitrasi. Dengan asumsi biaya transpotasi tidak ada atau relatif sangat kecil, Amerika kemudian akan mengekspor pizza ke Eropa dan Eropa akan mengekspor pakaian ke Amerika. Karena biaya produksi yang lebih murah, harga pizza Amerika yang diekspor juga akan lebih murah dan ini mendorong harga pizza di Eropa turun. JIka harga pizza di eropa terlalu rendah bagi produsen Eropa, mereka akan menutup produksinya karena tidak menguntungkan lagi. Akhirnya mereka akan beralih ke produksi yang lebih menguntungkan, yaitu pakaian. Sedangkan kebutuhan pizza di Eropa akan dipenuhi dengan impor. Hal yang sama juga terjadi terhadap pakaian di Amerika. Pada akhirnya, perbedaan harga akan membuat Amerika hanya memproduksi Pizza dan Eropa hanya memproduksi pakaian.
Setelah melakukan perdagangan, total output kedua negara adalah sebagai berikut :




Kebutuhan jam Tenaga Kerja untuk Produksi
Produk
Amerika
Eropa
Pizza
120
0
Pakaian
0
30
Total
            120  +  30   = 150

Pada gambar diatas, Amerika menggunakan semua inputnya (120 jam TK) untuk memproduksi pizza saja, sehingga menghasilkan 120 pizza (120 jam TK / 1). Sedangkan Eropa menggunakan semua inputnya untuk memproduksi pakaian saja, sehingga menghasilkan 30 pakaian (120 jam TK / 4). Ternyata total output kedua negara meningkat dengan melakukan spesialisasi produksi ini, yaitu menjadi 150 unit.
Ilustrasi diatas menjelaskan mengapa negara-negara perlu melakukan perdagangan internasional dan bagaimana negara yang terlibat saling memperoleh keuntungan.


2 komentar:

  1. thak ya kk membantu bangettt,,,,,

    sukses selalu yah :)

    BalasHapus
  2. helpfulllll.. bahasanya sederhana dan mudah dimengerti :-D
    thank you ^_^

    BalasHapus